Event Coverage // Jakmodfest 2017

Article and Photo by F. Lazuard


Setelah absen dari beberapa event (termasuk, dengan penuh penyesalan, Classic Cars and Coffee yang diadakan Goodrides sehari sebelumnya karena bentrok dengan jadwal perkuliahan), akhirnya kami menemukan acara yang dapat kami datangi di musim penghujan yang minim event ini.

Meskipun upaya kami untuk datang hampir digagalkan oleh kondisi cuaca, kemacetan, dan juga tugas perkuliahan; pada akhirnya kami berangkat pada pukul 3 sore dan menemui kemacetan di gerbang tol S. Parman. Kami (Saya, khususnya) dipenuhi ketakutan jika saat kami sampai, acaranya telah bubar. Setelah terbebas macet yang panjangnya melawan segala nalar manusia, saya memacu mobil operasional rutin EoS – Sebuah BMW 323i yang baru saja tabrakan -  dengan segala 170an tenaga kudanya demi mencapai Ancol dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Jangan ditiru ya.


( Mak, kalau emak baca, itu cuma 110 kok paling kenceng :) )




Setelah berputar-putar berapa kali karena denah Ancol yang menyulitkan kami untuk menemukan Ecopark itu sendiri, kami sampai dengan selamat dan lapar.

Kali ini Hugi Hugo dan anggota terbaru kami, Ilham, berhalangan hadir karena menjadi murid teladan dan belajar untuk ulangan akhir semester esok harinya. Namun untungnya, kami mengenal satu orang yang hampir tidak pernah berhalangan hadir; Reyhan S. alias Ey.





Nama Jakmodfest sendiri membawa kenangan tersendiri bagi 3 pendiri awal EoS. Jakmodfest yang diadakan tahun 2014 dapat dibilang sebagai pertemuan pertama antara Ahnaf dan Hugo (Saya sendiri sudah kenal Hugo sejak ia lahir, secara kami satu keluarga), dan juga sebagai langkah pertama yang pada akhirnya mempersatukan kita dalam hobi permobilan ini.


Hugi, (Yang jelek, tinggi, gede bawa kamera) circa 2014.

Kala itu, konsep Empire of Speed sendiri belum ada. Saya masih memakai Handphone LG dengan kamera 8 Megapixel untuk memotret, Ahnaf dengan kamera Tocket  pocket, dan Hugo yang selangkah didepan dengan DSLR Nikon. Kami bertiga juga belum diperbolehkan mengemudi, apalagi memiliki kendaraan, jadi kami harus diantarkan oleh ayahanda Hugo yang mana juga merupakan adik kandung ibu saya. 


Orang bijak pernah berkata : "A camera is only as good as the man behind it. But a good camera damn well helps in taking good pictures."


3 tahun kemudian, (hampir) semuanya berubah. Saya sekarang sudah memiliki kamera Sony A6000, pengalaman 2 semester mata kuliah fotografi (yang tidak terlalu berpengaruh signifikan dalam segi motret mobil, sih, sebenarnya), dan sebuah BMW tua untuk dikemudikan. Hugi yang tetap setia dengan Nikon nya, dan Ahnaf yang meninggalkan kamera pocket dengan HP Xiaomi rose gold yang terlihat unyu dan berbanding terbalik dengan pemiliknya.


Mobil sport Jepang, 2 pintu, tahun '80an berwarna merah dengan velg Work...

Anyway, back to 2017.


... I'm feeling Deja Vu.

Sebenarnya mobil yang ditampilkan memang tidak sedikit, namun kebanyakan berada di venue indoor yang mana kita perlu mengeluarkan uang sebesar Rp.100,000.00 /orang untuk menebus tiket masuknya. Ya, mungkin memang 50 – 100 ribu merupakan harga yang cukup wajar untuk tiket masuk suatu event; namun mengingat kami yang datang meliput merupakan trio mahasiswa ala-kadarnya yang sensitif terhadap hal-hal yang berbau finansial - dan juga kami bertiga sudah mengeluarkan uang yang kadarnya cukup menyakitkan untuk membayar tol, bensin (Perlu diingat konsumsi E36 saya 1:3an), tiket masuk Ancol, dua porsi kecil nasi goreng, dan sebotol T*hbotoltm.



Sayang, saya lebih suka Mustang.


Kami rasa 100,000 terlalu luar biasa untuk kami tebus. Apalagi mengingat event sekaliber IIMS dan GIIAS hanya mematok 60 – 75 ribu untuk weekend, dan biaya masuk parkiran tidak tergantung berapa banyak kepala yang ada dalam mobil. Ini membuat kami berpikir; jika lain kali kita harus masuk Ancol, harus ada orang yang diselundupkan dalam bagasi demi meminimalisir pengeluaran.


Seperti yang dijelaskan di atas; kami SANGAT sensitif dan kritis untuk persoalan finansial.

Jadi, mau tidak mau, kami terpaksa berada di luar saja.


Gunmetal x bronze; Can't go wrong with that.

Saya harus jujur, cukup banyak mobil yang – saya berusaha untuk tidak jahat disini – let's just say, tidak sesuai dengan selera kami di venue outdoor ini.

Kalau ini sesuai selera dong.

Airbrush, bodykit yang over-the-topscissor doors, audio dan lampu-lampu yang mutakhirnya ngalahin klub malam; itu bukan selera kami. Ya, tidak bisa dipungkiri mungkin dulu kami penggemar berat modifikasi seperti itu pada masa kejayaan Need for Speed Underground 2 dan ketika kang mas Dominic Toretto masih sudi mengemudikan Honda Civic dengan neon hijau menyala di kolong. Perlu diingat, itu sudah lebih dari 13 tahun yang lalu...

We grew up. Our taste changes.


Bemper depan AC Schnitzer, spoiler 2 step. I approve.



Tapi untungnya, masih ada cukup banyak kendaraan yang sesuai selera kami.


Now, this is the type of extreme modification that we strive for.


Tempatnya gelap, backlightnya terang. Perlu bergelut untuk mengatur aperture dan shutter speed disini.

Saya sendiri cukup terkejut dengan maraknya bodykit Rocket Bunny di negeri ini - mulai dari mobil-mobil sport lawas yang relatif langka seperti Nissan Silvia S15 diatas dan S13 dibawah, mobil baru seperti Toyota GT86 dan Porsche Cayman (yang mana keduanya ada di venue indoor), sampai mobil yang sebenarnya tidak memiliki bodykit RB, seperti Honda Mobilio, Honda City, Ford Fiesta, Mitsubishi Galant, Nissan Cefiro, sampai Perodua Myvi sekalipun sekarang memiliki fender gembung dan bemper ala Rocket Bunny.

Ini berarti tidak mustahil bagi saya untuk memiliki widebody kit di E36 sedan saya.



Saya penggemar berat S13. Kudos to the guys at Speedtuner for this beauty.

Setelah mengitari seluruh area, kami pun memutuskan untuk mengelilingi parkiran – Mungkin saja kami dapat menemukan hal yang menarik di luar eventnya. 



Namun ketika saya sedang memotret, kedua rekan saya lari dengan kecepatan yang luar biasa ke arah ujung parkiran, nampaknya menemukan sesuatu yang lebih menarik.

Saya berlari menyusul,  dengan harapan ada bahan foto lain. Namun saya salah. Kedua rekan saya terpacu libidonya oleh sekelompok dancer dengan rok pendek diiringi musik yang diputar dari buntelan subwoofer di belakang sebuah Toyota Avanza.

Susah kalau sudah berurusan dengan paha.

Harap berhati-hati kalau ketemu orang ini di jalan.


Dengan selesainya tarian, selesai juga hasrat rekan-rekan saya. Dan melihat cahaya yang mulai redup dan cuaca yang gerimis mengundang, kami putuskan untuk menyudahi hari ini.




EXTRA IMAGES:











Comments